img
:::

Tepat di Hari Ibu, Genap Satu Tahun Program “Mencari Bunda ke Dua”

Tepat di Hari Ibu, Genap Satu Tahun Program “Mencari Bunda ke Dua”

Masih ingat dengan cerita Hsu Zhi-han, mantan pelajar SMA Taipei First Girl High School, yang pada bulan Mei tahun lalu melalui program “Mencari Bunda ke Dua” yang diusung oleh RTI, bekerja sama dengan Majalah Commonwealth, akhirnya berhasil menemukan kembali Dwi, sang pengasuh yang dulu merawatnya, tepat pada Hari Ibu tahun 2020. Hsu Zhi-han dan Dwi telah berpisah selama 15 tahun, dan pertemuan mereka pun menjadi bagian pemberitaan di berbagai media, baik Taiwan dan juga Indonesia.

Kini Hsu Zhi-han adalah seorang mahasiswi di Soochow University Taipei, dan kebetulan kini tengah memasuki minggu ke dua bulan Mei yang biasanya diperingati sebagai Hari Ibu. Kisah pertemuan Hsu Zhi-han dan Dwi, meskipun hanya dapat melalui jaringan internet, namun telah menggugah banyak insan manusia, terlebih-lebih Dwi yang dulu sempat bekerja di Taiwan, telah lama pulang ke Indonesia. Hsu Zhi-han menyampaikan jika dirinya telah mengikuti kelas pelajaran bahasa Indonesia selama 3 bulan, dan tepat di Hari Ibu, Hsu Zhi-han hendak menuliskan sebuah kartu ucapan berbahasa Indonesia bagi Dwi, sebagai pertanda “Cinta kasih, untuk seorang bunda asal Indonesia yang sempat merawatnya kala kecil”. Selain belajar bahasa Indonesia, Hsu Zhi-han kini tengah berupaya untuk bisa mendapatkan kesempatan magang saat liburan musim panas di TIWA (Asosiasi Pekerja Internasional Taiwan), dan berharap bisa menjadi sebuah bantuan bagi para pekerja migran asal Asia Tenggara yang kini bekerja di Taiwan.

April tahun lalu, kala pandemi COVID-19 di Indonesia mulai mengganas, Hsu Zhi-han kerap bermimpi bertemu dengan Dwi, pengasuh asal Indonesia yang dulu sempat merawatnya di kala ia kecil. Berkat bantuan Chief Editor majalah Comman Wealth, Liao Yun-chang, penyiar RTI siaran Indonesia, Tony Thamsir, rekan kru kantor dan berbagai media yang ada di Indonesia dan Taiwan, Hsu Zhi-han berhasil menemukan kembali Dwi, dari jumlah populasi penduduk Indonesia yang mencapai 270 juta jiwa. Bahkan pertemuan tersebut tepat di Hari Ibu, namun karena kondisi COVID-19 yang belum mereda, maka Hsu Zhi-han dan Dwi hanya bisa bertemu dan berbicara melalui telepon HP masing-masing. Mereka tidak sekedar bertegur sapa, namun juga membawa mereka kembali ke masa silam, sembari saling menunjukkan ragam benda yang sempat tersimpan oleh mereka hingga kini, salah satunya adalah boneka beruang.

Satu tahun berlalu, Hsu Zhi-han menyampaikan jika saat ini dirinya masih tetap menjaga tali silahturahmi bersama Dwi dengan menggunakan sarana telepon HP, satu hingga dua minggu, Hsu Zhi-han pasti akan menghubungi Dwi. Kebetulan saja di universitasnya ada pelajaran bahasa-bahasa Asia Tenggara, maka Hsu Zhi-han pun segera mendaftarkan diri untuk belajar Bahasa Indonesia.

Hsu Zhi-han mengatakan, “Saya pikir, komunikasi antara kita berdua telah memasuki masa pelambanan, misalnya Dwi yang telah kembali ke Indonesia untuk beberapa masa waktu, kemudian bahasa Mandarin yang kini dikuasai oleh Dwi tentu sudah tidak selancar sebelumnya, dan berbagai bahan obrolan kita mulai menghadapi pembatasan, yakni hanya berhenti pada sebatas saling tegur sapa biasa, misalnya bertanya tentang kondisi si A, B apakah baik. Karena saya masih ingin terus berkomunikasi lebih banyak dengan Dwi, tentu tidak bisa selalu meminta orang lain atau Dwi untuk belajar bahasa Mandarin, oleh sebab itu, saya yang belajar Bahasa Indonesia”.

Mengetahui Hsu Zhi-han belajar Bahasa Indonesia, membuat Dwi sangat gembira. Suami Dwi berceloteh jika kelak ke depannya, bisa menggunakan Bahasa Indonesia untuk berbicara, tidak perlu menggunakan bahasa Inggris.

Hsu Zhi-han mengatakan, “Dwi membuka toko kelontong di kampungnya. Karena beberapa waktu sebelumnya, ada kasus positif COVID-19 di rumah tetangga, maka usaha toko kelontong juga mengalami dampak pengaruh. Mungkin karena warga setempat tidak berani untuk berbelanja dulu, dan Dwi sendiri juga sempat melewati masa-masa keuangan yang sulit.”

Setelah pertemuan terjadi pada bulan Mei 2020, tampaknya kisah cerita ini turut meningkatkan nama Dwi sendiri, bahkan ada warga Taiwan yang sempat menyampaikan jika hendak merekrut Dwi bekerja di Taiwan. Dwi sendiri juga mengakui, jika ada orang yang tidak dikenalnya pun akan datang menghampiri, dan menyapa.

Dwi mengatakan, “Banyak yang mengatakan, jika saya mendadak berubah, banyak yang tidak dikenalpun menyampaikan jika mereka hendak menjadi teman saya.”

Awalnya Hsu Zhi-han hendak mengirimkan kado kenangan ke Indonesia, namun paket yang dikirim saat Natal pun, hingga kini masih belum diterima oleh Dwi. Mungkin karena kondisi pandemi, sehingga turut memperlambat berbagai pengiriman.

Hsu Zhi-han mengatakan, “Awalnya saya ingin mengirimkan barang ke sana, namun karena paket sebelumnya masih tidak diketahui posisinya, mungkin telah terjadi pelambanan, maka saya akan menggunakan sebuah tulisan untuk menyampaikan ucapan terima kasih kepadanya. Dan kini saya telah mulai belajar Bahasa Indonesia, saya pikir tiba saatnya untuk mencobanya.”

Setelah kisah cerita Hsu Zhi-han dan Dwi diviralkan melalui media, Radio Taiwan Internasional dan Majalah Commonwealth, berkoordinasi dengan berbagai media bersama-sama meluncurkan program kegiatan “Mencari Bunda ke Dua”. Dan selama 1 tahun ini, pihak penyelenggara juga telah menerima 5 kisah cerita yang hendak mencari bunda atau anak, dimana ada 4 pasang yang telah berhasil ditemukan.

Hsu Zhi-han menuturkan awalnya ia kira dirinya mungkin cukup unik, namun akhirnya baru diketahui jika apa yang ia alami, juga sempat dialami oleh banyak orang. Akan tetapi, Hsu Zhi-han juga menyampaikan rasa bahagia kepada setiap pasang orang yang berhasil bertemu kembali dengan sahabat lama dari Asia Tenggara.

Bagi Hsu Zhi-han, bertemu kembali dengan Dwi, juga telah membuka banyak jendela baru baginya. Selain belajar Bahasa Indonesia, Hsu Zhi-han juga tengah berupaya mendapatkan kesempatan magang di TIWA, yang hanya memiliki satu kursi magang saja.

Hsu Zhi-han mengatakan, “Mencari Dwi, juga telah membuat saya menjadi lebih mampu memperhatikan berbagai hal, dan mendadak menemukan diri sendiri bagaikan memiliki cermin sensor akan Asia Tenggara, dimana saya kini sangat fokus dengan topik-topik terkait.”

Hsu Zhi-han menyebutkan bahwa TIWA juga membantu mendirikan IPIT organisasi pekerja Indonesia dan KASAPI organisasi pekerja Filipina. Berharap dapat memadukan apa yang tengah dipelajarinya dan juga pengalaman, bisa turut memiliki kesempatan untuk lebih memahami kondisi kehidupan para pekerja migran yang kini ada di Taiwan, baru selanjutnya mencari jalan yang cocok dalam memberikan bantuan. Ini juga menjadi sebuah pengalaman kehidupan yang indah, yang hadir bersamaan dengan program “Mencari Bunda ke Dua”.

Tepat di Hari Ibu, Genap Satu Tahun Program “Mencari Bunda ke Dua”

Respon Pertama

Berita Populer

回到頁首icon
Loading