:::

Festival Qingming adalah waktu ketika orang-orang kembali ke kampung halaman mereka untuk menyapu makam leluhur, namun, saat hari festival sudah dekat, orang bertanya-tanya, bagaimana para imigran yang kurang beruntung secara ekonomi mengatur pemakaman atau menguburkan kerabat mereka? Bagaimana mereka yang mengalami trauma oleh kematian dari orang yang mereka cintai mencari bantuan untuk melewati masa-masa sulit ini?

Ini adalah pertanyaan yang dibahas oleh Hsiao Hsiu-ling (蕭秀玲), CEO The Pearl S. Buck Foundation (賽珍珠基金會) dalam episode terbaru acara Podcast “Taiwan Made Simple” (新移民看台灣) di yang dia berikan wawasan tentang masalah tersebut berdasarkan pengalamannya yang berlimpah dalam membantu migran baru di Taiwan.

Dalam episode tersebut, Hsiao Hsiu-ling juga berdiskusi secara detail dengan pembawa acara tentang masalah yang dihadapi wanita imigran setelah kedatangan mereka di Taiwan.

Topiknya berkisar dari konflik dengan ibu mertua, kekerasan dalam rumah tangga, ketidaksesuaian budaya dan bahasa, serta kesulitan untuk menjadi mandiri secara finansial, yang memungkinkan penonton untuk mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang perjuangan yang harus dihadapi para perempuan ini.

Selain itu, Hsiao Hsiu-ling berbagi dengan audiens banyak pengalaman layanan berharga dari organisasi dan pengamatannya tentang perubahan dalam keadaan mereka selama beberapa dekade terakhir serta bagaimana komunitas imigran tumbuh menjadi “rising soft power” Taiwan.

Media online Taiwan 4-way Voice baru-baru ini menerbitkan podcast bernama, “Taiwan Made Simple,” tempat para imigran, serta pekerja LSM, berbagi wawasan tentang masalah-masalah yang relevan dengan mempertimbangkan para migran Taiwan, menyoroti kesulitan yang dihadapi oleh komunitas.

Respon Pertama

Berita Populer

回到頁首icon
Loading