img
:::

One-Forty Mengunjungi Rumah Pekerja Migran di Indonesia

One-Forty mengunjungi pekerja migran di Indonesia lagi setelah tiga tahun.  (Sumber foto : One-Forty)
One-Forty mengunjungi pekerja migran di Indonesia lagi setelah tiga tahun. (Sumber foto : One-Forty)
Berita Global untuk Penduduk Baru】Editor/王月兒 Sendy Wang

One-Forty, organisasi nirlaba yang didedikasikan untuk pendidikan pekerja migran di Taiwan, mengunjungi Indonesia lagi setelah tiga tahun untuk melihat situasi pekerja migran setelah kembali ke rumah. Beberapa menjadi guru sekolah menengah dan menjadi seseorang yang berdampak terhadap orang lain. Diantara dari mereka berhasil membuka toko pakaian dan mendukung 18 karyawan lokal untuk mendapatkan pekerjaan, ada juga yang bekerja sebagai penerjemah bahasa Mandarin untuk pengusaha Taiwan di Indonesia, menggunakan bahasa Mandarin untuk memperbaiki lingkungan keluarga mereka.

One-Forty juga menemukan sebuah “desa Taiwan” di Indonesia, di mana banyak penduduknya pergi bekerja di Taiwan.

Kevin Chen, pendiri One-Forty mengatakan, "Ketika pekerja migran memutuskan untuk bekerja di luar negeri, mereka biasanya merujuk pada pengalaman dan pendapat orang-orang di sekitar mereka. Jika kita bisa memberikan mereka pengalaman yang luar biasa di Taiwan, akan menjadi dampak positif bagi Taiwan yang sedang kekurangan tenaga kerja.”

Warti, pekerja migran yang telah pulang ke Indonesia menjahit gaun pengantinnya sendiri.

(Sumber foto : One-Forty)

One-Forty didirikan sejak 8 tahun yang lalu, dan menjadi sekolah pertama bagi pekerja migran di Taiwan. Menghadirkan kelas Bahasa Mandarin, Komputer, dan Kewirausahaan bagi pekerja migran. Setelah kembali ke negara asal, pekerja migran juga dapat menggunakan keterampilan ini untuk membuka toko dan memulai bisnis, juga menggunakan keterampilan bahasa Mandarin mereka untuk bekerja di pengusaha lokal Taiwan. One-Forty telah melayani lebih dari 3.000 pekerja migran sejauh ini, dan banyak pekerja migran telah kembali ke kampung halamannya. Sebelum pandemi, One-Forty selalumengunjungi kampung halaman pekerja migran setiap tahun untuk melihat situasi pekerja migran setelah pulang ke kampung halaman.

One-Forty mengadakan reuni di daerah setempat, mengundang pekerja migran yang pernah ke Taiwan untuk berkumpul bersama. Salah satu mantan pekerja migran, Ema mengatakan, "Saya harap One-Forty akan mendirikan cabang di Indonesia. Jika pemerintah Indonesia dapat mengetahui kontribusi One-Forty kepada masyarakat Indonesia, ini akan membantu Taiwan untuk meningkatkan eksposur internasionalnya."

One-Forty juga mengunjungi salah satu mantan pekerja migran bernama Warti, yang merupakan mantan siswa kelas kewirausahaan di One-Forty. Awalnya, dia datang ke Taiwan untuk membuka toko pakaian. Setelah kembali ke Indonesia, dia menghadapi kesulitan keuangan karena perceraian. Kemudian, dengan menggunakan ilmu yang dipelajari di One-Forty, Warti berhasil mengumpulkan modalnya dari memulai bisnis gorengan yang bermodal kecil, dan memulai bisnis pakaian.

Saat ini, tim Warti telah berkembang menjadi 18 orang dan berharap dapat mengubah tempat tersebut menjadi asrama untuk menyediakan akomodasi bagi staf. Karena Warti tinggal di pedesaan, hanya ada sedikit peluang kerja di daerah tersebut. "Saya ingin mempekerjakan lebih banyak staf dan memberikan lebih banyak pekerjaan bagi perempuan Indonesia," kata Warti.

Artikel Lainnya : Kementerian Pendidikan Mengundang Delegasi Dari Universitas Indonesia ke Taiwan Untuk Mempromosikan Kerjasama Pendidikan Taiwan-Indonesia

Warti menuliskan kartu ucapan kepada One-Forty

(Sumber foto : One-Forty)

Seorang mantan pekerja migran, Yusni bekerja sebagai penerjemah untuk seorang pengusaha Taiwan dan dipromosikan ke posisi manajemen tahun ini, berfungsi sebagai jembatan antara karyawan lokal dan eksekutif Taiwan. Kefasihannya dalam bahasa Mandarin membuat karyawan Taiwan memujinya. Yusni sangat menyukai budaya dan bahasa Taiwan. Selain memperhatikan berita Taiwan, ia juga sering mendengarkan Podcast, lagu, dan menonton film Taiwan.

Mengandalkan keterampilan Bahasa Mandarin yang ia pelajari di Taiwan, Yusni memiliki pekerjaan dan tabungan yang stabil, dan membeli mobil pertamanya. Ibunya pernah mengatakan, "Saya tidak pernah berpikir bahwa suatu hari saya akan bisa duduk di dalam mobil yang dibeli putri saya".

Yusni berkata, "Meskipun bekerja di Taiwan sangat sulit, saya tidak menyesalinya, karena saya pernah ke Taiwan lah, maka saya memiliki pekerjaan dan kehidupan seperti saat ini.

Kevin Chen, pendiri One-Forty mengatakan bahwa, "Studi tentang pekerja migran di Taiwan terus berlanjut ke Indonesia. Ini tidak hanya membantu mereka memberdayakan diri dan memiliki kehidupan yang lebih baik. Di sisi lain, ini juga membantu pengusaha Taiwan untuk memiliki staf yang paham dengan budaya Taiwan dan bisa berbahasa Mandarin.

Di Compreng, sebuah desa di Jawa Barat, Indonesia, bisa terlihat jejak penduduk yang pernah tinggal di Taiwan.

(Sumber foto : One-Forty)

Terakhir, Mandala yang merupakan seorang mantan pekerja migran, saat ini menjadi guru pendidikan karakter di sekolah, menanamkan sikap siswa untuk memasuki dunia kerja. Dia juga berbagi pengalamannya saat bekerja di Taiwan di kelas, dan sesekali mengajar siswa bahasa Mandarin. One-Forty juga menemukan bahwa 45 persen dari 14.882 orang di Compreng, desa di Jawa Barat di mana Mandala berada, pernah bekerja sebagai pekerja migran di luar negeri, dan di antara mereka terdapat 20% bekerja di Taiwan.

Di kelas, Mandala yang merupakan seorang mantan pekerja migran, bertanya kepada semua orang tentang impian masa depan mereka, dan menemukan bahwa banyak siswa berharap bekerja di luar negeri seperti orang tua mereka.

(Sumber foto : One-Forty)

 

Respon Pertama

Berita Populer

回到頁首icon
Loading