Paus Fransiskus, pemimpin Gereja Katolik sedunia, menyerukan penyelidikan atas dugaan genosida yang dilakukan oleh Israel di Jalur Gaza. Sikap ini sangat berbeda dengan dukungan kuat dari Kristen evangelis dan konservatif di Amerika Serikat terhadap Israel.Paus Fransiskus, dalam wawancaranya menjelang perilisan buku baru, menegaskan bahwa serangan Israel di Gaza memiliki ciri genosida dan harus diselidiki secara menyeluruh. Sikap ini mencerminkan komitmen Gereja Katolik untuk menghindari kesalahan masa lalu, seperti kebijakan netralitas Vatikan selama Holocaust.Sementara itu, dukungan Kristen evangelis di AS terhadap Israel didasarkan pada keyakinan teologis bahwa tanah Israel adalah bagian dari nubuatan akhir zaman. Kelompok seperti Christians United for Israel (CUFI) bahkan aktif memberikan bantuan finansial kepada Israel, menunjukkan aliansi erat antara Israel dan komunitas evangelis.Warga Palestina membawa bendera sebagai bentuk solidaritas terhadap masyarakat Gaza selama prosesi Malam Natal di Manger Square, menuju ke Gereja Kelahiran Yesus, tempat kelahiran Yesus Kristus, di kota Betlehem, Tepi Barat, 24 Desember 2023. - (EPA-EFE/Wisam Hashlamoun)Konflik ini menunjukkan perbedaan interpretasi teologi dan pendekatan politik antara Kristen Katolik dan evangelis, yang menciptakan perbedaan signifikan dalam sikap mereka terhadap isu Gaza.
Kementerian Kesehatan mengungkapkan bahwa 41% masyarakat Indonesia yang menggunakan antibiotik oral mendapatkan obat tersebut tanpa resep dokter. Hal ini menjadi tantangan besar dalam pencegahan resistensi antimikroba (AMR), yang dapat berujung pada kematian akibat infeksi sulit diatasi.Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Lucia Rizka Andalusia, menyampaikan bahwa berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, 22,1% masyarakat menggunakan antibiotik oral. Dari jumlah tersebut, 41% mendapatkannya dari tempat tidak resmi, seperti warung, peredaran online, atau tempat lainnya yang tidak sesuai aturan distribusi antimikroba.Selain itu, 18 provinsi di Indonesia mencatat angka perolehan antibiotik tanpa resep di atas rata-rata nasional. Rizka menyoroti bahwa penggunaan antibiotik sembarangan selama pandemi, seperti azithromycin, turut memperburuk masalah AMR. Penggunaan antibiotik secara masif saat pandemi untuk menangani Covid-19, meski bertujuan menyelamatkan pasien, kini meninggalkan dampak resistensi antimikroba yang signifikan.Penggunaan antibiotik tanpa resep dapat menyebabkan resistensi antimikroba (AMR), yang pada akhirnya dapat mengakibatkan kematian.AMR menjadi perhatian global, sebagaimana tercantum dalam target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Di tingkat nasional, Kementerian Kesehatan telah menyusun Rencana Aksi Nasional Pengendalian Resistensi Antimikroba 2020-2024 dan membangun sistem SATU SEHAT untuk mendata pembelian dan penggunaan antimikroba guna kontrol yang lebih efektif.Kemenkes juga memperketat regulasi terkait konsumsi dan distribusi antibiotik, serta pembatasan jenis antimikroba dalam Formularium Nasional. Selain itu, edukasi kepada tenaga kesehatan dan masyarakat mengenai bahaya penggunaan antimikroba sembarangan menjadi prioritas. Rizka menegaskan, kolaborasi antara berbagai pihak adalah kunci utama dalam menangani isu resistensi antimikroba.
Pesatnya perkembangan internet dan media sosial (medsos) telah melahirkan bentuk baru kekerasan seksual, seperti Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) dan Penyebaran Konten Intim Non-Konsensual (NCII). Kedua bentuk kekerasan ini menghadirkan tantangan serius di era digital, karena berdampak langsung pada korban, baik di ranah online maupun offline.Dosen FISIPOL Universitas Gadjah Mada (UGM), Elok Santi Jesica, menjelaskan bahwa KBGO mencakup segala bentuk kekerasan yang memanfaatkan teknologi digital, termasuk internet, platform medsos, dan perangkat pintar. Targetnya meliputi gender, jenis kelamin, atau orientasi seksual seseorang. Ia menekankan pentingnya mewujudkan ruang aman di media sosial. “Apa yang terjadi di ruang online akan berpengaruh pada ranah offline. Baik laki-laki maupun perempuan memiliki peluang yang sama untuk menjadi korban,” jelas Elok dalam pelatihan pencegahan KBGO dan NCII di UGM, Rabu (20/11/2024).Selain itu, Elok menyoroti perilaku oversharing di medsos yang sering kali memicu ancaman keamanan. Ia mengingatkan bahwa jejak digital sulit dihapus, dan data pribadi yang diunggah bisa dimanfaatkan oleh pihak tak bertanggung jawab. “Foto atau video yang kita unggah berisiko digunakan untuk KBGO lainnya,” katanya.Menurut Kepala Kantor K5L UGM, Arif Nurcahyo, KBGO dan NCII merupakan kejahatan serius yang dapat menyebabkan trauma jangka panjang, menutup masa depan korban, hingga berujung kematian. Arif mengimbau agar masyarakat lebih berhati-hati dalam melindungi data pribadi dan tidak ikut menyebarkan atau mengomentari konten yang merugikan korban.Sebagai langkah pencegahan, Arif mendorong masyarakat untuk lebih bijak menggunakan media sosial, menghormati privasi orang lain, dan segera mencari bantuan hukum jika menjadi korban KBGO atau NCII. Perlindungan dan kesadaran bersama menjadi kunci utama untuk menciptakan ruang digital yang lebih aman bagi semua.
Festival Imigrasi Chiayi: Stan Eksotis dan Aktivitas Kerajinan Tangan Memikat Pengunjung
Kulit Cantik untuk Usia Matang? Dokter Mengatakan: Berhenti Konsumsi Kolagen dan Asam Hialuronat, Vitamin C Lebih Efektif!
Keuntungan Wisatawan Internasional! Korean Air Terbang Langsung ke Taichung – Nikmati Diskon dengan Boarding Pass Anda
Kantor Imigrasi Yunlin Bekerja Sama dengan Petugas Generasi Kedua Penjaga Pantai untuk Sosialisasi di Daerah Pedesaan