Gatot Subroto, Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Provinsi Jawa Timur baru-baru ini diwawancarai oleh media IDN Times, ia berbagi ilmu mengenai tsunami, tentang ciri-ciri, upaya preventif serta bagaimana menyelamatkan diri dengan baik.
Gatot menyebutkan bahwa bukan hanya gempa tektonik, aktivitas vulkanik pun bisa menyebabkan gelombang tsunami, seperti yang terjadi pada tsunami Banten 2018 silam yang disebabkan oleh letusan Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda.
Gatot menuturkan cara-cara mudah untuk mengidentifikasi terjadinya tsunami, yakni dengan melihat apakah terjadi gempa atau tidak.
Jika gempa terjadi sekali dengan magnitudo kecil, maka tak perlu terlalu dikhawatirkan. Namun, jika ada gempa susulan, maka berhati-hatilah. Gempa dengan magnitudo besar seperti di atas 7,0 SR memiliki risiko besar menyebabkan tsunami.
Air laut yang surut tiba-tiba merupakan pertanda akan terjadi tsunami. Ini karena gempa tektonik yang terjadi menimbulkan keretakan di dasar laut dan menyebabkan air terserap ke dalamnya. Setelahnya, gelombang besar akan menerjang daratan dengan energi dan kecepatan yang tinggi serta mematikan.
Sesi arahan dari Kepala BNPB, Doni Monardo sehari sebelumnya (12/7), menyebut bahwa tsunami merupakan mesin pembunuh nomor 1 di dunia. Kurangnya edukasi dan pengetahuan itulah yang memakan banyak korban. Misalnya, edukasi terkait air laut yang surut yang merupakan pertanda tsunami.
Namun begitu, kini masyarakat desa telah diberi edukasi, sosialisasi dan pelatihan untuk membuat desanya tangguh terhadap bencana.
Bukan hanya edukasi, upaya lain yang dilakukan adalah melakukan beberapa hal yang bersifat fisik. Misalnya, melakukan penanaman pohon di pesisir pantai sebagai benteng alam untuk menghalau gelombang tsunami.
Selain itu, membuat jalur evakuasi dan memasang rambu-rambu evakuasi dapat membantu masyarakat, ketika tsunami terjadi mereka tahu harus menyelamatkan diri ke mana.
Sumber: Idntimes