:::

KOMPAS.com - Aksi bullying atau perundungan di lingkungan sekolah masih terjadi. Karena itu, perlu upaya agar perundungan tak terjadi lagi. Maraknya fenomena perundungan di lingkungan sekolah tersebut sebenarnya dapat ditanggulangi dengan penguatan pendidikan karakter bagi peserta didik. Pada lingkungan sekolah terdapat empat pilar yang dapat dijadikan sebagai wadah penanaman nilai-nilai karakter. Diantara keempat wadah tersebut salah satunya adalah melalui kegiatan belajar mengajar di kelas yang diintegrasikan pada setiap mata pelajaran.

Termasuk mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang sebenarnya memegang peranan penting dalam membentuk siswa yang berkarakter. Dikaitkan budaya Jawa Terkait hal itu, mahasiswa Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum Fakultas Ilmu Sosial UNY merancang buku saku (pocket book).

Tentu untuk mencegah perundungan yang dikaitkan dengan budaya Jawa yakni tepo seliro. Melansir laman UNY, Selasa (18/5/2021), mahasiswa itu adalah Daffa Fakhri Maulana, Awang Nakulanang, Yohana Suryana, Anis Samchati dan Heri Cahyono.

Para mahasiswa tersebut merancang antiperundungan pocket book inovasi media pembelajaran pendidikan karakter berbasis kearifan lokal tepo seliro. Menurut Daffa, buku saku ini dirancang karena proses pendidikan karakter di sekolah melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan/ Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) masih belum maksimal.

Padahal di sisi lain masyarakat Jawa dikenal kearifan lokal berupa sikap tepo seliro (tenggang rasa) yang identik dengan perilaku seperti:

  • empati
  • peduli toleransi
  • gotong royong

Sebagai kearifan lokal nilai-nilai dalam sikap tepo seliro memiliki arti penting bagi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal.

Untuk lawan perundungan

Dalam konteks fenomena bullying, sikap tepo seliro merupakan karakter yang dapat dikembangkan untuk melawan fenomena perundungan tersebut. "Apabila nilai-nilai karakter tersebut dapat dikembangkan dengan media pembelajaran pendidikan karakter, tentu saja hal ini dapat menjadi alternatif yang inovatif dalam rangka mencegah dan menekan angka kekerasan di sekolah yang termasuk dalam fenomena bullying," terangnya.

Awang Nakulanang menambahkan buku saku ini dikembangkan menyesuaikan dengan kebutuhan dunia pendidikan yang tengah marak terjadi fenomena bullying terutama oleh sesama peserta didik. Media pembelajaran ini dikembangkan dengan berbagai literatur terkait untuk selanjutnya disusun menjadi pocket book yang inovatif dan aplikatif dalam kehidupan pergaulan di lingkungan sekolah.

"Antiperundungan Pocket Book dapat dimanfaatkan dalam kegiatan belajar mengajar PPKn sebagai salah satu mata pelajaran yang diidentikan dengan pendidikan karakter di Indonesia," kata Awang. Penerapannya dapat dengan memanfaatkan waktu literasi 15 menit sebelum kegiatan belajar mengajar. Anis Samchati menjelaskan buku saku ini dikembangkan menyesuaikan dengan kebutuhan dunia pendidikan yang tengah marak terjadi fenomena bullying (perundungan) terutama oleh sesama peserta didik. Kearifan lokal tepo seliro menjadi unsur utama dalam pengembangan konten buku saku.

Dijelaskan, tepo seliro sendiri merupakan sebuah nasehat Jawa yang berarti upaya menenggang perasaan orang lain atau upaya menjaga perasaan orang lain. Dengan tujuan tidak menyinggung perasaan serta untuk meringankan beban pikiran orang lain. Nilai-nilai tepo seliro yang dikembangkan disini antara lain meliputi empati, tenggang rasa dan saling menghormati.

來源: KOMPAS.com

Respon Pertama

Berita Populer

回到頁首icon
Loading