:::

Pembangunan Kolam Penampungan

Sama halnya dengan bendungan, kolam penampungan juga berfungsi untuk menyimpan sementara untuk membantu menahan dan menyimpan air. Akhirnya nanti akan dialirkan ke sungai terdekat atau laut setelah kondisi memungkinkan.

Menurut penelitian “Pemodelan Banjir Kota Semarang (James dkk, 2011), Retarding Pond dibuat di alur sungai. Adapun Retarding Basin dibuat di sisi kiri kanan sungai di bagian hilir. Bangunan kolam penampungan terdiri atas tanggul yang mengeliling kawasan, kolam retensi, sistem pompa, dan pintu air.

Pemkot Surabaya juga membuat polder yang sering disebut boezem dan waduk. Catatan Dinas PU Bina Marga dan Pematusan, Surabaya memiliki sekitar 70 Bozem dan 5 Bozem besar, seperti Morokrembangan, Wonorejo, dan Bratang. Ada juga beberapa waduk mini yang juga berfungsi menahan air, antara lain Waduk Sambikerep, Bangkingan dan Sumur Welut.

 

Selain waduk penampungan, Surabaya juga mengandalkan rumah pompa dan pintu air untuk mengelola air limpasan dari saluran air. Jika terjadi banjir, pompa akan menyedot genangan air kemudian mengalirkannya ke sungai terdekat.

Jakarta juga membangun sistem penampungan air di daerah rendah yang sering mengalami penggenangan air, disebut polder. Polder dan waduk akan menampung air hujan, kemudian dipompa ke saluran-saluran pengendali, dan selanjutnya dialirkan ke sungai yang mengalir ke laut.

Hingga 2019, Jakarta sudah memiliki 19 sistem polder  dan 76 waduk yang tersebar di seluruh wilayah Jakarta. Selain itu, Jakarta juga mempunyai pompa stationer sebanyak 433 unit di 158 lokasi dan 126 unit pompa mobile juga digunakan untuk memompa di daerah rawan genangan.

Pembangunan polder di Semarang lebih difokuskan di kawasan utara (hilir) yang menjadi daerah rawan banjir rob. Polder akan mengurangi genangan dari air pasang. Polder di Semarang berjumlah 28 unit dan 111 unit pompa telah berhasil mengurangi genangan banjir di Semarang hingga 82,6 persen.

 

 

Daerah Konservasi

(foto dari Kompas)

Sistem non teknis untuk mengatur dan mengendalikan banjir, tak kalah penting dilakukan. Salah satunya, memperbaiki kondisi lingkungan konservasi di hulu dan di hilir.

Daerah konservasi, berguna mengendalikan erosi dan mengurangi air limpasan. Upaya non teknis pengendalian banjir ini  melibatkan koordinasi beberapa wilayah administrasi di sepanjang daerah aliran sungai.

Namun yang lebih penting adalah penegakan aturan tata ruang, daerah konservasi di hulu ataupun di hilir tidak boleh digunakan sebagai lahan terbangun. Pengelolaan DAS dalam satu manajemen lintas wilayah administrasi perlu dilakukan tidak terjadi saling menyalahkan antara wilayah administratif di hilir dan hulu.

Wilayah hulu pun harus berkomitmen untuk menjaga area konservasi meski hal ini  berisiko menurunkan pendapatan asli daerah. Selain itu, banjir rob juga rentan terus mengancam kota-kota pesisir pantai. Meskipun banjir ini sulit dihilangkan seratus persen, risikonya bisa dikurangi.

Caranya dengan dengan pemeliharaan rutin sungai, saluran,waduk, ataupun bendungan yang telah dibangun. Terpenting, membutuhkan peran masyarakat untuk turut menjaga lingkungan kota yang rentan bencana ini. Pada akhirnya, semua pihak, dihadapkan pada keharusan untuk menjaga daerah aliran sungai, menimbang ulang tata guna lahan, serta menegakkan aturan tata ruang.

 

 

 

a

c

b

Respon Pertama

Berita Populer

回到頁首icon
Loading