Keputusan Universitas Indonesia (UI) yang menunda pemberian gelar doktor kepada Bahlil Lahadalia merupakan keputusan yang patut disyukuri. Menurut Jamiluddin Ritonga, analis komunikasi politik Universitas Esa Unggul Jakarta, UI perlu menjaga reputasi akademisnya dan menghindari pemberian gelar kepada orang yang tidak memenuhi syarat untuk menjaga kualitas pendidikan.
Jamil menilai, perguruan tinggi lain juga harus mencontoh UI karena saat ini kualitas beberapa doktor dalam negeri belum lebih unggul dari magister. Dikatakannya, banyak tesis magister dan doktoral yang kualitasnya tidak jauh berbeda dengan skripsi sarjana.
Situasi ini terjadi karena beberapa universitas “mencuci inventarisnya” dengan mempromosikan mahasiswa yang tidak memenuhi standar kelulusan untuk memenuhi persyaratan output, sehingga mempengaruhi kualitas pendidikan. Ketika peraturan keluaran juga menjadi faktor evaluasi, perguruan tinggi mungkin lebih mengutamakan kuantitas daripada kualitas, sehingga mengakibatkan banyak calon sarjana, magister, dan doktoral yang tidak memenuhi standar.
Jamil mengingatkan, jika para doktor dan magister tersebut menjadi dosen, maka kualitas pengajarannya akan menurun sehingga berdampak pada menurunnya pendidikan. Menurutnya, perlu adanya perubahan cara penilaian dosen, tidak hanya berdasarkan gelar akademik tetapi juga fokus pada kapasitas akademik.
Pada akhirnya, Jamil meyakini bahwa tanpa cita-cita, sekolah akan menjadi “pabrik diploma” di mana siswa yang tidak memenuhi syarat pun bisa lulus, sehingga menimbulkan dilema dalam sistem pendidikan saat ini.