Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia (BPOM) telah mencabut izin edar 16 produk kosmetik yang digunakan atau diaplikasikan menggunakan jarum suntik atau microneedles. BPOM menegaskan produk yang digunakan dengan jarum suntik atau disuntikkan ke dalam tubuh tidak termasuk dalam kategori kosmetik. Suntikan dengan produk yang tidak tepat dan tidak dilakukan oleh tenaga medis dapat menimbulkan bahaya kesehatan. Lalu apa saja dampak kesehatan yang mungkin terjadi?
Dokter kulit, I Gusti Nyoman Darmaputra mengatakan, individu yang menyuntikkan produk yang tidak sesuai tanpa bantuan tenaga medis dapat mengalami infeksi kulit dan alergi, bahkan bisa muncul setelah penggunaan pertama. “Infeksi bisa muncul dengan gejala seperti kulit merah, bengkak, nyeri, bahkan ada nanah di bekas suntikan. Jika tidak segera ditangani, infeksi bisa menyebar ke seluruh tubuh (sepsis) dan mengancam nyawa,” kata dr Darmaputra.
Selain itu, penggunaan produk yang tidak tepat dapat menyebabkan reaksi alergi yang parah seperti gatal, ruam, pembengkakan wajah, atau syok anafilaksis, yang ditandai dengan kesulitan bernapas dan memerlukan perhatian medis segera. Oleh karena itu, penyuntikan harus dilakukan oleh tenaga medis dengan produk yang telah teruji dan memiliki izin BPOM untuk menjamin keamanannya, kata dr Darmaputra, Kepala Departemen Dermatologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Menurut Peraturan BPOM Nomor 21 Tahun 2022 tentang Tata Cara Registrasi Kosmetik, kosmetika adalah bahan atau sediaan yang ditujukan untuk diaplikasikan pada bagian luar tubuh manusia seperti kulit ari, rambut, kuku, bibir, dan alat reproduksi bagian luar, atau pada gigi dan mukosa mulut, untuk membersihkan, mengharumkan, mengubah penampilan dan/atau melindungi tubuh dalam keadaan baik. Produk yang digunakan melalui suntikan harus steril dan hanya boleh diberikan oleh staf medis. Kosmetik bukanlah produk steril dan dimaksudkan untuk digunakan tanpa bantuan tenaga medis, dan tanpa tindakan di bawah lapisan epidermis kulit. Suntikan produk yang tidak tepat dan tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan profesional berisiko menyebabkan reaksi alergi, infeksi, kerusakan jaringan kulit, dan bahkan efek samping sistemik.