img
:::

Apakah Remaja Bisa Depresi karena Media Sosial? Perbedaan Antara Introvert dan Ekstrovert Jadi Faktor Utama!

Banyak penelitian telah mengkonfirmasi dampak media sosial terhadap kesehatan mental remaja, tetapi tingkat pengaruhnya berbeda-beda. (Gambar/sumber: Heho)
Banyak penelitian telah mengkonfirmasi dampak media sosial terhadap kesehatan mental remaja, tetapi tingkat pengaruhnya berbeda-beda. (Gambar/sumber: Heho)

Saat ini, hampir semua remaja memiliki perangkat gadget pribadi, dan media sosial telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari mereka. Namun, apakah ini berarti mereka lebih rentan terhadap depresi? Sebuah penelitian terbaru tentang remaja menunjukkan bahwa dampak media sosial pada kesehatan mental sangat berkaitan dengan "tingkat ekstroversi" mereka. Jadi, bagaimana cara membantu anak yang sering menggunakan TikTok, Instagram, atau YouTube agar terhindar dari perasaan sedih atau depresi?

Berdasarkan sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Adolescence mengamati 237 remaja di Amerika Serikat selama dua tahun untuk mengeksplorasi hubungan antara media sosial dan gejala depresi. Hasilnya menunjukkan bahwa remaja yang menghabiskan banyak waktu di platform seperti TikTok, Instagram, dan YouTube cenderung mengalami gejala depresi yang lebih parah. Platform-platform ini, dengan konten visual yang menarik dan interaksi waktu nyata, sering membuat pengguna terjebak dalam siklus perbandingan dan harapan yang berlebihan terhadap umpan balik, yang meningkatkan tekanan emosional.

Namun, tidak semua remaja terpengaruh secara setara. Penelitian ini menemukan bahwa kepribadian, terutama "tingkat ekstroversi", memainkan peran penting. Remaja yang ekstrovert, meskipun sering menggunakan Instagram, cenderung lebih sedikit mengalami depresi. Sebaliknya, remaja dengan tingkat ekstroversi yang sedang atau rendah menunjukkan risiko yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kepribadian dapat berfungsi sebagai pelindung psikologis, membuat dampak media sosial berbeda bagi setiap individu.Penggunaan media sosial dapat menyebabkan banyak situasi yang tidak terduga. Orang tua disarankan untuk membantu remaja belajar menggunakan media sosial dengan cerdas dan memilih cara yang bermanfaat bagi mereka. (Gambar/sumber: Pexels)

Dr. Chen Zhi-cai, seorang psikiater anak dan remaja, menjelaskan bahwa penelitian ini mengungkap bagaimana kepribadian memengaruhi respons emosional remaja terhadap platform tertentu. Misalnya, remaja perempuan yang sering menggunakan Twitter cenderung lebih rentan terhadap depresi karena topik di Twitter sering kali berkaitan dengan politik dan isu sosial yang memicu emosi. Di TikTok, remaja yang menerima banyak komentar negatif selama satu tahun lebih cenderung mengalami depresi berkepanjangan. Sementara itu, Instagram dapat memperburuk perasaan sedih, terutama bagi remaja yang kurang ekstrover atau memiliki tingkat ekstroversi sedang.

Temuan ini menyoroti pentingnya memahami bagaimana remaja berinteraksi dengan media sosial, terutama bagi mereka yang cenderung lebih introver atau emosional. Dampak media sosial terhadap emosi tidak sama untuk semua orang; hal ini perlu dilihat dari kepribadian dan pola perilaku individu.

Ye Ya-xin, Direktur Pusat Kesehatan Mental Yayasan John Tung, menyarankan bahwa remaja perlu belajar untuk memeriksa diri mereka sendiri, memahami sifat kepribadian mereka, dan mengevaluasi bagaimana perasaan mereka setelah menggunakan media sosial. Remaja yang ekstrovert sering memiliki lebih banyak teman dan mendapatkan umpan balik positif dari lingkungan mereka, yang membantu mengurangi dampak negatif dari media sosial. Sebaliknya, remaja yang lebih introver atau sensitif disarankan untuk mencatat perubahan emosi mereka. Misalnya, mencatat apakah mereka merasa lebih baik atau lebih buruk setelah menggunakan media sosial selama 30 menit. Catatan ini dapat membantu mereka memahami dampak media sosial terhadap diri mereka.

Ye Ya-xin memperingatkan bahwa interaksi di media sosial seringkali tidak dapat diprediksi, dan beberapa remaja dapat terjebak dalam pikiran negatif yang memengaruhi kehidupan sehari-hari mereka, seperti insomnia, kehilangan minat terhadap hal-hal, atau merasa tidak berharga. Jika orang tua melihat gejala ini setelah anak mereka menggunakan media sosial, segera cari bantuan profesional.

Membimbing remaja untuk menggunakan media sosial dengan bijak adalah tantangan besar bagi orang tua. Orang tua perlu memahami kebiasaan penggunaan media sosial anak mereka, berdiskusi tentang manfaat dan risiko media sosial, dan membantu mereka menemukan cara penggunaan yang paling sesuai. Untuk anak-anak yang rentan terhadap emosi negatif, orang tua dapat mendorong mereka untuk bergabung dengan grup yang positif atau kegiatan kreatif, serta menghindari terlalu banyak terpapar informasi negatif.

Orang tua juga dapat menetapkan batas waktu penggunaan media sosial yang wajar dan mendorong anak-anak mereka untuk mengembangkan minat yang beragam, seperti aktivitas luar ruangan, olahraga, atau seni, guna mengurangi ketergantungan pada media sosial. Yang paling penting, orang tua harus menjadi teladan yang baik, tidak terlalu terikat pada ponsel dalam kehidupan keluarga, dan bersama-sama anak-anak membangun aturan digital yang sehat.

Remaja berada dalam tahap penting untuk mengeksplorasi dunia dan menemukan jati diri. Media sosial, meskipun membawa kenyamanan dan kesenangan, juga penuh tantangan. Membantu mereka belajar menggunakan media sosial dengan sehat adalah tugas yang tak boleh diabaikan oleh orang tua modern. Dengan membangun komunikasi yang baik, mendorong anak untuk refleksi diri, dan menghadapi dampak media sosial dengan sikap yang rasional dan positif, kita dapat melindungi kesehatan mental remaja, membantu mereka tumbuh dengan percaya diri dan energi positif.

Sumber: Mom & Baby

Berita Populer

回到頁首icon
Loading