img
:::

Scanning for Whose Marginal Memory: Bersama Simak Kisah Ida, Penerjemah yang Jadi Jembatan Penyambung Rakyat Indonesia dan Penduduk Lokal

Ida selalu semangat berpartisipasi dalam berbagai macam kegiatan. Dalam foto ini, Ida menghadiri dalam Pertandingan Sepak Bola Persahabatan Internasional di New Taipei pada tahun 2019. Sumber: foto diberikan oleh Ida.
Ida selalu semangat berpartisipasi dalam berbagai macam kegiatan. Dalam foto ini, Ida menghadiri dalam Pertandingan Sepak Bola Persahabatan Internasional di New Taipei pada tahun 2019. Sumber: foto diberikan oleh Ida.

Berita Global untuk Penduduk Baru】Keanekaragaman dan keunikan budaya di kehidupan masyarakat Taiwan terus diperkaya dengan kehadiran warga penduduk baru serta pekerja migran dari negara-negara Asia Tenggara. Dengan demikian, semakin sering pula diselenggarakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan Asia Tenggara. Salah satunya adalah “Scanning for Whose Marginal Memory” (掃描誰的邊緣記憶), sebuah wadah kolaborasi dan kreasi warga penduduk baru dan pekerja migran asal Asia Tenggara yang diprakarsai oleh Taiwan Cultural Foundation (文化台灣基金會).

Baca juga: Sutradara "My 99 Points Husband" Kim Nari Jatuh Cinta dengan Perjalanan di Taiwan dengan Usaha dan Ketekunan Penduduk Baru Kamboja

Identitas Sebagai Umat Muslim

Untungnya, salah satu editor 【Berita Global untuk Penduduk Baru】berhasil membangun jalur komunikasi dengan Ida, seorang penerjemah bahasa Indonesia yang juga berpartisipasi dalam SEAT Southern Time Laboratory (SEAT南方時驗室). Ida sangat unik -- dalam proses kreasi, topik yang dibawanya berpusat kepada “Masjid”, suatu tema yang memang jarang dibicarakan. Dalam wawancaranya dengan sang editor, Ida menyatakan bahwa agama Islam adalah agama terbesar di Indonesia. Bagi Ida sendiri, agamanya adalah salah satu bagian terpenting dan tidak tergantikan dalam hidupnya. Di manapun kaki menapak, Ida akan tetap menjunjung dan menghormati ajaran agamanya.  Inilah mengapa Ida berharap bahwa dirinya dapat mengajak lebih banyak penduduk lokal untuk mengenal agama Islam dengan lebih dalam.

Ida (pertama dari kanan) dan sahabat-sahabatnya bersama pergi ke Masjid. Sumber: foto diberikan oleh Ida.

Ida (pertama dari kanan) dan sahabat-sahabatnya bersama pergi ke Masjid. Sumber: foto diberikan oleh Ida.

Seperti yang juga dinyatakan oleh Ida, jumlah masjid di Taiwan memang tidak banyak. Bahkan,  umat Muslim yang berada di negara Formosa seringkali menghabiskan lebih banyak waktu di jalan daripada dalam Masjid itu sendiri. Setiap kali umat Muslim merayakan Tahun Baru Islam, Masjid selalu dibanjiri lautan manusia -- pemandangan yang kurang lebih dapat dilihat ketika warga lokal merayakan Tahun Baru Imlek. Ida berharap bahwa dengan pemahaman yang lebih mendalam terhadap agama Islam, jumlah Masjid di Taiwan pun juga dapat semakin meningkat. Dengan ini, para umat Muslim pun bisa melaksanakan kewajiban keagamaan mereka bersama tanpa kekhawatiran.

Masjid yang dibanjiri lautan manusia yang datang merayakan Tahun Baru Islam. Sumber: foto diberikan oleh Ida.

Masjid yang dibanjiri lautan manusia yang datang merayakan Tahun Baru Islam. Sumber: foto diberikan oleh Ida.

Identitas Sebagai Penerjemah

Tetapi identitasnya sebagai umat Muslim bukan hanya satu-satunya alasan di balik pilihan Ida untuk menggunakan tema “Masjid” sebagai pusat dan tumpuan karyanya. Ida yang bekerja di sebuah perusahaan agensi Taiwan telah lama menjabat sebagai penerjemah. Bisa dibilang, Ida adalah jembatan antara para majikan, yang merupakan penduduk lokal, serta para pekerja migran, yang merupakan warga negara asing. Ida sendiri telah menetap di Taiwan selama lebih dari 10 tahun. Saat pertama kali datang pada tahun 2005, beliau datang sebagai pekerja perawat rumah tangga, dan hanya kembali ke kampung halamannya di Indonesia setelah bekerja selama enam tahun di Taiwan. Dengan kemampuan mendengar dan berbahasa Mandarin yang telah dipupuk di Taiwan, Ida tekun melanjutkan pendudukan bahasanya di Indonesia. Setelah tiga tahun, Ida pun kembali ke Taiwan -- kali ini, sebagai penerjemah.

 

Agar dapat menjadi penerjemah yang baik, Ida mengikuti kelas pelatihan. Sumber: foto diberikan oleh Ida.

Agar dapat menjadi penerjemah yang baik, Ida mengikuti kelas pelatihan. Sumber: foto diberikan oleh Ida.

 “Penerjemah, buruh pabrik, dan perawat -- kita semua sama dan sederajat,” begitu kata Ida kepada editor【Berita Global untuk Penduduk Baru】yang sedang mewawancarainya. “Kami semua datang ke Taiwan untuk bekerja dan berjuang.” Menurut Ida, seorang penerjemah harus menyampaikan isi dan suara hati para pekerja migran dengan tepat. Penerjemah juga dapat menjalin hubungan persahabatan dengan pekerja migran yang sedang ditolongnya dan saling berbagi tentang perasaan dan kondisi hidup masing-masing. Keinginannya untuk membangun hubungan yang lebih baik dengan para pekerja migran juga merupakan salah satu alasan Ida untuk berpartisipasi dalam proyek “Scanning for Whose Marginal Memory”.

Ida (pertama dari kanan) dan kawan-kawan sebangsanya memiliki hubungan yang baik. Mereka bersama-sama memperkenalkan makanan khas Indonesia. Sumber: foto diberikan oleh Ida.

Ida (pertama dari kanan) dan kawan-kawan sebangsanya memiliki hubungan yang baik. Mereka bersama-sama memperkenalkan makanan khas Indonesia. Sumber: foto diberikan oleh Ida.

 

 

Baca juga: Ibu Penduduk Baru dari Vietnam Tetap Semangat dan Optimis Menjalani Hidup Selama Pandemi

Ida Tetap Ida, Tetap Jadi Diri Sendiri

Sekarang, Ida yang telah hidup di Taiwan selama dua belas tahun telah lebih berpengalaman dan mengenal Taiwan. Beliau sangat menyukai alat transportasi Taiwan yang praktis serta kualitas lingkungan di institusi dan sektor medis di negara Formosa ini. “Semua rakyat Taiwan sangat menghormati peraturan yang ditentukan oleh pemerintah. Bahkan sampah pun harus dipisahkan sebelum dibuang!” katanya. Ida tidak merasakan adanya perbedaan perlakuan yang diberikan pada dirinya ketika bergaul dan berinteraksi dengan penduduk lokal. Mereka semua tetap dengan ramah dan hormat kepadanya.

Ida (tengah) dan teman-teman pekerja migran berpartisipasi dalam pertandingan bola yang diadakan oleh Biro Ketenagakerjaan Kota Taichung. Sumber: foto diberikan oleh Ida.

Ida (tengah) dan teman-teman pekerja migran berpartisipasi dalam pertandingan bola yang diadakan oleh Biro Ketenagakerjaan Kota Taichung. Sumber: foto diberikan oleh Ida.

Pekerjaan Ida bukan hanya menerjemahkan perkataan orang lain, namun juga harus berkomunikasi dengan mereka. Ida selalu dengan tulus dan serius menjadi membantu memperlancar proses komunikasi antara majikan lokal dan pekerja migran. Namun, Ida seringkali menghadapi dua masalah besar. Satu, meskipun dirinya dapat membantu pekerja asal luar negeri menanggulangi kesulitan bahasa asing, tetap ada masalah-masalah yang membuatnya tak berdaya. Tetap ada hal-hal yang tidak bisa dilakukannya untuk mereka. Namun, Ida selalu berharap bahwa dirinya dapat melakukan yang terbaik, selalu berjuang tanpa menyerah. Sikap ini tidak hanya dipertahankan demi pekerjaannya, namun bagi diri dan saudara saudari senegaranya sendiri. Ida bertekad untuk tetap setia menjadi dirinya sendiri serta jembatan penyambung rakyat Indonesia dan penduduk lokal.

Ida (pertama dari kanan) juga berpartisipasi dalam Kompetisi Kecantikan Tradisional Bali, di mana beliau kemudian memenangkan hadiah. Sumber: foto diberikan oleh Ida.

Ida (pertama dari kanan) juga berpartisipasi dalam Kompetisi Kecantikan Tradisional Bali, di mana beliau kemudian memenangkan hadiah. Sumber: foto diberikan oleh Ida.

Respon Pertama

Berita Populer

回到頁首icon
Loading