Kementerian Kesehatan Rusia mengumumkan telah mengembangkan vaksin kanker yang akan mulai diberikan kepada pasien di Rusia pada awal 2025. Namun, pengumuman ini menuai skeptisisme di kalangan ilmuwan.
Profesor Kingston Mills, seorang imunolog dari Trinity College Dublin, menyatakan bahwa klaim ini perlu diverifikasi dengan data uji klinis yang jelas. “Tidak ada publikasi ilmiah yang dapat saya temukan tentang ini, jadi skeptisisme pasti ada,” ujarnya, dikutip dari Newsweek.
Meski begitu, konsep vaksin kanker bukan hal baru. Dr. David Jenkinson dari lembaga amal Life Arc menjelaskan bahwa beberapa vaksin, seperti vaksin HPV, telah digunakan untuk mencegah kanker serviks. Namun, vaksin universal untuk semua jenis kanker, seperti yang mungkin diisyaratkan oleh pengumuman Rusia, masih diragukan.
Para ilmuwan menduga vaksin ini mungkin berbasis teknologi mRNA yang dipersonalisasi. Jenkinson menjelaskan, “Vaksin mRNA bekerja dengan membuat tubuh memproduksi protein asing, yang kemudian dikenali dan diserang oleh sistem imun. Sebagai pengobatan yang dipersonalisasi, vaksin ini dirancang berdasarkan analisis protein yang bermutasi pada tumor individu.”
Meskipun demikian, tanpa data dan publikasi ilmiah, klaim tersebut sulit untuk dinilai secara objektif. Para ahli menantikan transparansi lebih lanjut untuk menilai potensi vaksin ini sebagai terobosan dalam pengobatan kanker.