Dikutip dari KOMPAS.com - Ketua Dewan Pengurus Daerah Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (DPD ASITA) Bali, Putu Winastra, menyampaikan pandangannya soal dugaan mafia visa untuk jalur cepat berwisata ke Bali. Ia mengatakan, agen yang menjual visa dengan harga mahal ini muncul akibat aturan yang dinilai menyulitkan wisatawan mancanegara (wisman). Pasalnya, menurut Winastra, Visa B211A yang harus dimiliki wisman saat datang ke Indonesia saat ini, awalnya merupakan visa bisnis.
Baca juga: Program Reality Show “Road to Legacy(登台之路)” Merekam Perjalanan Musisi Taiwan
Ilustrasi wisatawan di Pura Uluwatu yang berada di Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Bali.(Dok. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif)
"Jadi yang menjadi masalah ini, Permenkumham (Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia) 34 itu dengan indeks B211A merupakan visa bisnis esensial yang dalam tanda kutip 'dipaksakan' menjadi visa turis untuk wisata," ujarnya kepada Kompas.com, Rabu (23/2/2022). Sehingga, lanjutnya, wajar jika visa bisnis dibuat dengan persyaratan yang cukup rumit. Salah satunya harus memiliki penjamin. "Karena (visa itu) tujuannya buat bisnis.Tapi ketika orang traveling dengan tujuan wisata, pakai visa itu, tidak cocok," terang Winastra.
Ia menyebutkan, adanya perusahaan travel yang diduga menjadi mafia tersebut merupakan hilir atau dampak dari aturan kedatangan wisman yang menyulitkan tadi. Meski mafia itu disebut mematok harga yang cukup mahal, yaitu antara Rp 3 juta sampai Rp 5,5 juta untuk pemesanan visa, Winastra menganggap fenomena ini sebagai hal yang "wajar" meski bukan berarti benar.
Baca juga: Pendaftaran Beasiswa Untuk Anak-Anak Penduduk Baru Hingga 14 Maret
Kintamani, Bali. (SHUTTERSTOCK/Mohd Syis Zulkipli)
"Agen visa ini menjual dengan harga segitu, mungkin cuma kurang elok saja, tidak ada etika saat krisis. Tapi jangan lupa, mereka berani berbuat begitu, karena merasa syarat yang harus dilengkapi juga cukup susah," papar dia. Alasannya, menurut Winastra, dulu visa kedatangan atau Visa On Arrival ke Indonesia hanya 25 dolar Amerika Serikat (AS) saja atau sekitar Rp 360.000.
Sementara itu, visa B211A yang saat ini diwajibkan pemerintah untuk wisman dengan tujuan wisata, memiliki harga lebih tinggi karena pada awalnya merupakan visa tujuan bisnis seharga 50 dolar AS (sekitar Rp 717.224). Oleh karena itu, menurutnya wajar jika ada oknum tertentu yang menjual visa cepat dengan harga mahal, sebagai ganti atas kemudahan layanan memproses visa. "Kalau aturan itu dibuat njelimet, orang akan susah buat apply. Makanya di dalam kesusahan itu, orang mencari celah atau ruang untuk bisa mendapatkan keuntungan. Coba kalau sekarang dibuat aturan yang mudah, everyone can apply," ujarnya.
Adapun Winastra menyarankan beberapa gagasan yang menurutnya dapat membantu mengantisipasi kejadian ini. Pertama, regulasi dalam Permenkumham Nomor 34 Tahun 2021 sebaiknya diubah terlebih dahulu dan diganti dengan aturan khusus wisman atau visa turis. Kedua, untuk jangka pendek, pemerintah dapat membuatkan aturan Visa on Arrival baru.
"Kalau memang dirasa Visa on Arrival (tidak ada) supaya tidak berkerumun, aturannya apply saja sebelum mereka datang, kemudian bayar baru di Bali, kan tidak ada kerumunan," katanya.